
Setiap calon pengantin yang hendak melenggang ke jenjang perikahan pasti
selalu mengharapkan agar pernikahannya senantiasa langgeng dan bahagia, bukan? Untuk bisa
mewujudkan hal tersebut, tentunya tidaklah selalu mudah, karena dibutuhkan
berbagai persiapan pernikahan yang matang, baik secara fisik maupun mental.
Banyak orang beranggapan bahwa masalah terbesar yang kerap
dialami oleh pasangan calon pengantin biasanya seputar keuangan. Padahal, untuk
bisa mencapai tujuan tersebut juga dibutuhkan pola pikir yang benar,
dan kemampuan dalam mengelola emosi agar tidak mencederai pernikahan.
Hal yang seharusnya di lakukan Dalam mempersiapkan Pernikahan Supaya Langgeng dan Selalu Bahagia
Pola pikir Pernikahan
Untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia, maka hal pertama yang harus
di renungkan adalah bagaimana pola pikir pasangan dalam memandang
pernikahan itu sendiri? Pola pikir memiliki peran dalam menentukan
bagaimana masa depan suatu pernikahan.
Seorang Ahli psikologi
dari Stanford University bernama Carol Dweck mengatakan, bahwa bukan
kecerdasan, bakat, atau usaha yang dapat menuntun kita menuju pernikahan
bahagia, namun pola pikir.
Komitmen
Pada saat menikah, setiap calon pengantin secara sadar mengucapkan janji
pernikahan dengan penuh kesungguhan. Namun sangat di sayangkan, hanya sedikit
orang menyadari bahwa janji tersebut merupakan sebuah komitmen yang
harus dipegang teguh oleh pasangan yang akan melakukan proses pernikahan.
Ketika hubungan
dengan calon pengantin terasa sudah tidak sehangat dulu dan pertengkaran kerap
timbul akibat hal-hal sepele, coba renungkan akan janji untuk selalu
setia bersama baik saat suka maupun duka, dan ikhlas menerima kekurangan
masing-masing.
Saling Menghargai
Dalam melangsungkan pernikahan dibutuhkan rasa saling menghargai untuk menciptakan
suatu hubungan yang harmonis. Oleh karena itu, jangan mengumbar hal buruk
tentang pasangan, atau mengatakan hal yang dapat menyakiti meskipun
saat sedang merasa kesal dan emosi
Apabila tidak ada menghargai dalam rumah
tangga, maka akan sulit membangun hubungan stabil. Sebab, salah satu
atau kedua belah pihak pasti menjadi lebih dominan dan tidak mau
mengalah. Kalau sudah begitu, sulit untuk mendapatkan ketentraman dan ketenangan dalam
hubungan.
Tidak Membandingkan Pasangan dengan Orang Lain
Sudah menjadi rahasia umum, bahwa banyak di antara kita yang suka
membandingkan pasangan dengan orang lain walaupun di lakukan tanpa sengaja
mengucapkannya. Padahal, kemampuan dan karakteristik setiap individu
berbeda, dan tidak bisa di sama ratakan
Apabila suami orang lain
lebih romantis dengan sering memberikan hadiah pada istrinya, misalnya.
Anda tidak usah merasa cemburu dan merasa kalau suami tidak perhatian.
Mungkin saja ia hanya kurang peka. Sebaliknya, Anda bisa membicarakan
hal ini dengan suami.
Jangan Pernah Mencoba Mengubah Pasangan
Setiap orang memiliki keunikan dan ciri khasnya masing-masing, begitu
juga pasangan Anda. Jika suatu saat nanti Anda menemukan kalau pasangan
mempunyai hobi yang tidak anda sukai, jangan pernah mengeluhkan hal
tersebut dan berusaha membuatnya menyukai hobi Anda.
Meskipun
telah menikah, tolong di ingat bahwa pasangan Anda juga berhak melakukan
hobinya selama masih dalam aspek positif. Jadi, jangan memaksa pasangan
untuk berubah seperti yang Anda inginkan. Namun, cobalah untuk memahami
apa yang ia sukai.
Jadilah teman terbaik selamanya
Mengembangkan persahabatan sejati dengan pasangan merupakan salah satu kunci tujuan persahabatan yang sejati. Dengan membangun hubungan layaknya dua orang
sahabat, maka Anda tidak akan merasa sungkan lagi untuk berkeluh kesah
mengenai berbagai hal dengan pasangan.
Para ahli mengadakan Riset menunjukkan, bahwa
salah satu rahasia supaya pernikahan langgeng adalah saat seseorang dapat
menjadikan pasangannya sebagai sahabat sejati
Komunikasi
Faktor terbesar penyebab keretakan hubungan pernikahan dan mengakibatkan perceraian adalah
kurangnya komunikasi yang intens dengan pasangan. Padahal, segala hal bisa
dibicarakan baik-baik dengan pasangan. Kalau komunikasi sudah terganggu,
maka berpotensi menyebabkan kesalahpahaman
Romantis
Keromantisan dan gairah dalam cinta memang seringkali hanya menyala
pada saat masih pacaran dan memasuki awal pernikahan. Namun setelah
beberapa waktu, biasanya gairah tersebut berkurang bahkan nyaris padam dengan sendirinya,
terutama setelah melalui berbagai masalah pernikahan menerpa
Ada masa di mana hal hal romantis berubah menjadi soal kebutuhan.
Mungkin Anda bisa mempertahankan pernikahan tanpa gairah cinta, namun
jauh rasanya untuk mewujudkan pernikahan yang bahagia jika tidak ada keromantisandi dalamnya.
Saling Pengertian
Setelah menjajaki dan menjalani dunia pernikahan, Anda juga harus mampu beradaptasi
dengan sifat dan sikap pasangan kita . Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran
untuk saling memahami dan mendukung dalam berbagai kondisi, dan jangan
biarkan emosi mengendalikan Anda.
Hal ini sudah tentu akan terasa sulit pada awalnya, sebab berusaha
memahami berarti mencoba menerima kekurangan pasangan yang mungkin tidak
Anda ketahui sebelumnya.
Tidak Mengabaikan Pasangan meskipun Sudah Memiliki Buah hati
Anak memang selalu menjadi prioritas utama dan pusat perhatian dalam
keluarga. Setelah kehadirannya, biasanya hubungan pasangan akan menjadi
lebih datar, sebab perempuan akan sibuk dalam hal mengurus anak dan tidak sedikit
yang kemudian mulai tak mengacuhkan pasangannya.
Padahal, hubungan baik antara suami dan istri dapat memengaruhi suasana dalam keluarga. Oleh sebab itu, para perempuan sebaiknya bisa
menempatkan anak dan suami sebagai prioritas utama sehingga hubungan
keluarga menjadi lebih hangat.
10 Hal Kehidupan Pernikahan, Pasangan Kekasih Wajib Tahu
Setiap pasangan kekasih yang berkeinginan agar hubungan mereka berdua berlanjut ke jenjang pernikahan pasti akan membayangkan seperti apa kehidupan pernikahan. Jika melihat dari unggahan media sosial, rasanya semua orang yang menunjukkan kebahagiaannya di hari penting yakni pernikahan dan juga hari-hari setelahnya. Akan tetapi, apakah benar kehidupan pernikahan memang berjalan sedemikian adanya? Setidaknya ada 10 Hal tentang kehidupan pernikahan yang perlu kamu ketahui :
1. Fase "Honey Moon" bertahan sekitar kurang lebih setahun
Bagi sebagian besar pasangan, awal pernikahan akan menjadi sesuatu yang terasa begitu menggembirakan & menyenangkan. Namun, fase "Honey moon " tersebut sebenarnya tidak berlangsung selama dan seterusnya. Menurut sebuah studi tahun 2005 dari University of Pavia, Italia, fase tersebut bertahan kurang lebih sekitar satu tahun setelah menikah. Setelah itu, tingkat zat kimia yang disebut "faktor pertumbuhan saraf", yang berkaitan dengan intensitas perasaan romantis, akan mulai menurun. Seorang psikolog dan pakar hubungan, Helen Fisher mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada batasan waktu yang jelas tentang kapan fase Honey moon itu akan memudar. Namun, kondisi itu terjadi karena alasan evolusi yang baik. Sebab, secara metabolik, banyak sekali waktu yang dikorbankan jika harus berfokus pada satu orang sementara kita menghadapi kondisi kecemasan tingkat tinggi dalam keseharian.
2. Pasangan suami istri bisa sesuai, maupun tidak
Pada sekitar tahun 1950-1960an, psikolog asal Kanada, Eric Berne memperkenalkan model tingkat tiga untuk memahami identitas seseorang. Menurutnya, setiap orang punya tiga tahap ego yang beroperasi sekaligus, yakni: Orangtua: apa yang telah kita pelajari. Anak-anak: apa yang telah kita rasakan. Dewasa: apa yang telah kita pelajari. Ketika seseorang berada dalam hubungan, relasi dengan pasangan akan berada pada tingkatan berikut: Orangtua: apakah pasangan memiliki nilai-nilai dan keyakinan yang sama tentang dunia? Anak-anak: apakah pasangan menikmati hidup bersama? Apakah bisa pasangan bersikap spontan satu sama lain? Apakah kamu berpikir pasanganmu menarik? Apakah kamu senang bepergian bersama pasangan? Dewasa: apakah masing-masing memikirkan pasangannya adalah seseorang yang cemerlang? Apakah kamu bisa menyelesaikan masalah bersama pasangan? Meskipun bisa memenuhi tiga tingkatan dengan ideal, namun sering kali seseorang dengan pasangannya berjalan saling melengkapi. Misalnya, salah satunya punya sikap yang lebih mengasuh, sementara pasangannya lebih suka bercanda.
3. Pernikahan bisa bahagia karena hubungan pertemanan
Sebuah penelitian tahun 2014 yang dilakukan oleh National Bureau of Economic Research, menemukan fakta bahwa pernikahan memang mengarah pada peningkatann kesejahteraan seseorang. Manfaat peningkatan kesejahteraan jauh lebih terasa bagi pasangan yang memiliki relasi seperti bersahabat dekat dengan pasangannya.
4. Semakin dekat jarak usia, semakin rendah risiko perceraian
Sebuah penelitian yang dilakukan terhadap 3.000 orang Amerika yang pernah menikah, misalnya, menemukan bahwa perbedaan usia berkorelasi dengan gesekan dalam hubungan pernikahan. Sebuah laporan dari The Atlantic melaporkan, peneltian menemukan bahwa perbedaan usia satu tahun membuat pasangan tiga persen lebih mungkin bercerai daripada pasangan yang seusia. Sementara perbedaan usia lima tahun akan membuat pernikahan 18 persen lebih berisiko berpisah dan perbedaan usia 10 tahun meningkatkannya menjadi 39 persen.
5. Pasangan yang saling mengapresiasi cenderung lebih langgeng
Para peneliti dari Unversity of North Carolina at Chapel Hill meminta para partisipan menyimpan catatan pribadi mereka tentang hal-hal apa saja yang telah dilakukan pasangan mereka untuk mereka, serta bagaimana perasaan mereka terhadap perlakuan tersebut. Ternyata, pasangan yang lebih saling bersyukur memiliki hubungan yang lebih erat. Baca juga: Agar Hubungan Langgeng, Carilah Pasangan dengan 5 Kriteria Ini
6. Menyadari bahwa kamu dan pasangan adalah orang berbeda
Ketika mulai tinggal bersama pasangan, kamu mungkin akan menyadari bahwa dirimu dan pasangan memiliki prioritas dan toleransi yang berbeda. Misalnya, pandangan tentang apa yang akan dan tidak menimbulkan kekacauan dalam rumah tangga. "Orang-orang harus menyadari realita bahwa dirinya dan pasangan adalah orang yang berbeda," ungkap terapis hubungan, Ellyn Bader. "Kamu berbeda dari pandangan dan harapanku. Kamu dan pasangan juga punya pandangan, perasaan dan ketertarikan yang berbeda."
7. Kualitas seks lebih penting dari kuantitas
Menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Economic Behavior & Organization, aktivitas seksual pasangan suami istri sangat berkaitan dengan tingkat kebahagiaan dalam hubungan. Para peneliti membagi sejumlah pasangan heteroseksual yang sudah menikah ke dalam dua kelompok. Setelah itu, selama 90 hari setengah jumlah partisipan melakukan jadwal seks mereka seperti biasanya, sementara setengah lainnya melakukan seks dua kali lebih sering. Ketika para peneliti mengukur tentang apa yang dirasakan pasangan-pasangan tersebut dari eksperimen yang telah dilakukan, kelompok yang menjalani seks dua kali lebih sering justru sedikit lebih tidak bahagia. Jadi, pemimpin penelitian tersebut mengungkapkan kepada The New York Times, jika ingin pernikahan bahagia, sebaiknya fokus pada kualitas aktivitas seks alih-alih kuantitasnya.
8. Harus siap beradaptasi
Phil Azzi, seorang pria yang sudah menikah selama 15 tahun mengatakan kepada Business Insider bahwa pasangan suami istri harus siap beradaptasi dengan pasangannya, setiap hari. Menurutnya, pasangan suami istri juga harus siap untuk berargumentasi tentang hal yang sama terus-menerus. "Dan, selalu ingat bahwa pasangan kita juga beradaptasi setiap harinya untuk melihat perubahan dalam diri kita," katanya.
9. Penting membicarakan tentang penggunaan medsos sejak sebelum menikah
Menurut pakar hubungana dan konselor pernikahan di New York City, Rachel Sussman, ada peningkatan kasus pasangan yang bertengkar gara-gara penggunaan media sosial pasangannya. Pasangan-pasangan tersebut cenderung berusia lebih muda dan kesal dengan jumlah waktu yang dihabiskan pasangannya untuk bermain medsos atau mengunggah sesuatu di medsos. Mereka juga kesal jika pasangannya masih berhubungan dengan mantan kekasih melalui medsos, terutama Instagram. Untuk itu, penting untuk membicarakan tentang perilaku bermedsos sejak sebelum menikah demi menghindari masalah di kemudian hari. Baca juga: Pasanganmu Selingkuh Mikro? Cari Tahu dengan Cara Ini
10. Pasangan yang tidak matrealistis akan lebih bahagia
Penelitian terhadap 1.310 individu yang telah menikah dan dipublikasikan di Journal of Family and Economic Issues menemukan bahwa sifat matrealisme atau menjunjung tinggi uang dan harta benda berkaitan dengan tingkat kepuasan pernikahan yang lebih rendah. Artinya, jika ingin kamu dan pasangan lebih bahagia, cobalah fokus pada hal-hal lain dalam hidup kalian yang tidak dapat dibeli dengan uang, seperti waktu yang berkualitas dan percakapan yang baik.